Minggu, 16 November 2008

Keterkaitan Keberadaan Bangunan Air terhadap Karakteristik Lingkungan DAS Ciliwung Masa Kolonial

Berdasarkan informasi yang didapatkan tersebut awal pembangunan untuk bangunan air yang dibuat dan digunakan pada masa kolonial pengelolaan air yang dilakukan pada Bagian DAS hulu dan bagian hulu tersebut masih dipandang sebagai satu kesatuan Aliran sungai. Kemudian Belanda membangun bangunan air di bagian hilir dan bagian tengah. Adapun keseluruhan bangunan mengacu pada keberadaan sungai utama belum mengantisipasi pengaruhpengaruh dari subsub DAS yang ada di bagian DAS hulu maupun bagian DAS tengah. Belanda membangun belum memperhatikan bahwa aliran Ciliwung memiliki karakteristik fisik antara bagian timur aliran utama dan bagian barat aliran utama dimana fakta menunjukkan besar volume aliran Ciliwung tidak seimbang antara bagian timur dan dagian barat aliran sungai utama, Lebih besar bagian timur dibandingkan bagian barat.

Sifat air berasal dari tempat yang lebih tinggi. Sifat ini seharusnya dapat sebagai dasar dalm pengelolaan DAS Ciliwung. Aliran sungai bagian hulu berpola aliran dendritik dapat menunjukkan bahwa limpahan curah hujan yang sangat tinggi yang dapat membentuk pola aliran tersebut. Di bagian hululah seharusnya mendapat perlakuan yang lebih. Tetapi Belanda memfokuskan pembangunan bangunan air sebagian besar untuk pengelolaan air yang memang sudah melimpah di hilir.

Bagian DAS Tengah menunjukkan bentuk aliran yang berkelok dan makin ke hilir kelokannya makin tajam atau meander yang makin lebar. Informasi tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk dasar pengelolaan bagian DAS tengah maupun hilir. Meander yang ada menunjukkan perubahanperubahan sudut ketajamannya dengan mengerosi secara horizontal selain mengendapkan material hasil erosi di bagian dalam meander. Makin tajamnya kelokan meander di bagian hilir dalam keseimbangan pembentukan meander selalu diikuti bagian sungai sebagai lokasi pengendapan.

Hal ini berlaku pada setiap meander. Jika disisi luar meander tererosi secara lateral diikuti bagian dalam menader sebagai lokasi pengendapan. Terganggunya satu sisi dalam meander akan mengganggu keseimbangan daya serap yang di bagian pengendapan pada sebuah meander.Kondisi yang terjadi perkembangan penggunaan lahan di bagian hilir mengindikasikan mengganggu bagian ini ?masyarakat mendirikan bangunan di lahan tersebut.

Wilayah-wilayah pengendapan inilah memiliki potensi menyerap air sangat tinggi. Pengidentifikasian wilayah pengendapan meandermeander yang ada di bagian tengah dan hilir jika direkonstruksi alirannya dapat memberikan peluang lebih besarnya air sungai yang terserap sebagai air tanah. Adapun yang terjadi bahwa pergerakan meander sungai Ciliwung pada bagian sisi wilayah pengendapan dibebani dengan bangunanbangunan berat sehingga sifat tanah endapan yang porositasnya tinggi menjadi padat dan kurang menyerap air. Jika hal ini diabaikan maka keseluruhan aliran sungai Ciliwung akan menjadi aliran permukaan atau tidak terjadinya proses peresapan air sungai untuk mengisi air tanah.

Hal ini merupakan adaptasi yang tidak memperhatikan karakteristik fisik daerah aliran sungai. Dengan demikian upaya yang dilakukan pada masa kolonial dengan memilih lokasi pembangunan bangunan air tidak disertai dengan tindakan penanggulangan berdasarkan sistim yang berlaku dalam mencapai keseimbangan. Memang dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan dapat menimbulkan dampak keseimbangan baru dan keseimbangan baru secara alamiah inilah kadang diterima oleh pelaku budaya kadang tidak diterima oleh pelaku budaya atau dianggap bencana, meskipun sebenarnya dengan kacamata sistemik pelaku budayapun mencapai keseimbangannya sendiri terhadap lingkungannya.

Apalagi terbukti penggunaan lahan di bagian hulu mendapat gangguan atas terbukanya lahanlahan perkebunan yang setiap tahunnya makin meluas dan makin meningkat setelah diberlakukannya peraturan hak sewa tanah oleh swasta yang ditandai dengan masuknya modal asing dalam usaha perkebunan. Dengan demikian beban yang ditanggung bagian hilir DAS Ciliwung makin berat terbukti dengan meningkatnya ratarata debit air tahunan. Dan hal tersebut secara sistematis peningkatan erosi di bagian hulu. Hasil erosi berupa endapan terbawa di bagian DAS tengah hingga bagian DAS hilir. Endapan yang terakumulasi di bagian hilir akan mengurangi daya tampung badan sungai alami. Sehingga limpahan air yang datang dari hulu dan tengah DAS keluar dari sistem aliran semula. Dan bagian hilir yang merupakan dataran aluvial yang sudah jenuh air maka terjadilah banjir di beberapa tempat di bagian hilir.

Dataran di bagian hilir DAS Ciliwung merupakan kota yang terus berkembang, terjadi perubahanperubahan pemanfaatan lahan yang awalnya lahan tersebut sebagai tujuan akhir air mengalir yaitu rawarawa. Setelah terjadi perubahan pemanfaatan maka air yang melimpah dari sungai Ciliwung hilir makin sempit sehingga yang terjadi banjir makin tinggi.

Bukti-bukti arkeologis keberadaaan bangunan air pada masa kolonial menunjukkan proses adaptasi atas dasar budaya tindakan penanggulangan bukan atas dasar budaya tindakan pencegahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaku budaya secara sistemik tidak selaras dan seiring dengan keseimbangankeseimbangan baru secara alami di DAS Ciliwung. Untuk di masa mendatang bagian DAS Ciliwung bagian hilir selalu menghadapi masalah dengan aliran sungai Ciliwung yang semakin lama semakin jauh dari keseimbangan lingkungannya.

Perlu diketahui bahwa penelitian ini terfokus pada kawasan tangkapan air Ciliwung. Di wilayah hilir DAS Ciliwung yang relatif datar sebagai satu sistem dataran yang luas dari timur ke barat sebagai wilayah pesisir utara teluk Jakarta. Sehingga Perubahan yang terjadi di DAS Ciliwung tidak sepenuhnya hanya diterima oleh bagian hilir Ciliwung, begitu juga sebaliknya bahwa bagian hilir Ciliwung tidak hanya menerima dari DAS Ciliwung saja, tetapi bisa juga dari luar Ciliwung dimana ada 13 sistem sungai yang sampai di wilayah datar tersebut.

Pengelolaan DAS Ciliwung akan efektif jika dilakukan atas dasar budaya pengelolaan pencegahan. Tindakan pencegahan dapat dilakukan pada setiap bagian DAS baik hulu, tengah maupun hilir dengan memperhatikan karakteristik alaminya baik faktorfaktor indogin yang mengalasinya, faktor -faktor permukaan dan faktorfaktor eksogen yang bekerja atas DAS Ciliwung. Perubahan penggunaan lahan perkotaan yang cepat merupakan indikator mulainya pengelolaan budaya pencegahanpencegahan sebagai representasi adaptasi dengan lingkungan dalam menghadapi sistem alami DAS yang melalui kota tersebut agar mendekati keseimbangan sistem alaminya.

Peneliti menyadari sudut pandang arkeologis pada penelitian ini sangat dangkal yaitu belum mengungkap detail dari bangunan air sebagai obyek arkeologis dengan menggunakan analisis bentuk, gaya, teknologis. Secara teknis penelitian ini akan lebih maksimal jika penggunaan alat Sistem Informasi Geografis (SIG) sampai tahap pemodelan aplikasi arkeologis keruangan. Peneliti hanya memanfaatkan alat SIG sebagai tahap pemasukan data dijital keruangan, melakukan manipulasi matematis sederhana serta proses kartografis dari datadata keruangan.

Hasil penelitian ini semoga dapat dikembangkan oleh peneliti yang akan datang, baik di DAS Ciliwung maupun DAS DAS lain sebagai penelitian yang lebih tajam yang semakin dapat menjawab relevansi kebutuhan kehidupan sekarang dan masa yang akan datang.

Tidak ada komentar: